Sejujurnya aku agak kaget dengan cara berpikirku yang sekarang, karena rasanya dulu aku secupu itu. Mungkin kuliah memang memberikan banyak pengaruh juga.
Apalagi sejak menjadi salah satu penerima beasiswa. Beberapa pola pikirku jadi berubah karena bertemu dengan banyak orang-orang yang hebat secara prestasi dan finansial (iya duitnya hebat).
Tapi ada beberapa yang paling terasa. Yang pertama, adalah walaupun di enggak enggak, ternyata punya duit itu bener-bener suatu privilege apalagi buat mengembangkan diri. Masalahnya adalah, anak-anak di djarum itu punya duit, dan punya kemauan. Loh kok masalah? Masalahnya adalah aku jadi iri, sekaligus marah ke orang-orang yang punya duit tapi ngga dimanfaatkan dengan baik. Ini nggak begitu berpengaruh ke hidupku selain aku jadi kepikiran buat menciptakan privilege buat aku di masa depan. That is one of my goals, at least, my children must being a privilege person financially. Nggak kaya emaknya yang selama kos beli makan ayam tepung di bagi dua, buat dua kali makan. He/she must have freedom to choose what they wanna do. Cause if I can't reach what I wanna do right now (to become free as an artist cause I'm too poor to stand to my dream), they have to get that freedom, so they can have a happy life (walaupun aku belum tau cara ke arah sana selain mengorbankan diri sendiri mati-matian, namanya juga harapan).
Dan yang kedua. Aku pengen pergi, ke semua tempat yang belum aku datangi, nyoba makanan-makanan yang belum pernah aku cicipi. It's one of my dream too (selain jadi fulltime artist).
Hal ini aku rasain sejak pertama kali naik pesawat buat terbang ke Surabaya. Kalau ngga dapet beasiswa, mungkin aku nggak akan pernah nyentuh Surabaya. Dari situ ada beberapa hal yang aku sadari, diantaranya, aku suka pemandangan dari pesawat. Liat langit bersentuhan sama laut, tapi gaada ujungnya. Seolah-olah langit lagi kasih tau: "Luas banget loh dunia, lo belum liat apa-apa kalo cuma diem di Rancaekek." A bit scary, but I love it. Coba hal baru selalu seram, tapi sekaligus seru.
Kemudian, perasaan itu juga muncul ketika aku ngobrol kedua kalinya sama teman-teman dari berbagai belahan di Indonesia. Kalau kata Rifad, dia nemu mini Indonesia di UI, kalau aku nemu mini Indonesia di djarum. Dari Aceh sampai Papua ada. Semuanya khas, dan kaya yang aku bilang, semuanya hebat-hebat. Fariska si Cici Jakarta, Sandra si bu dokter, Rahma si anak Fashion Festival tingkat internasional dan banyaaaak lagi. Denger semua pengalaman mereka, gimana mereka keluar kota atau keluar negeri, aku mau. Aku juga mau pergi dan lihat, sebenernya ada apa sih di luar sana? Aku mau lihat Raja Ampat tempat Lonny tinggal, aku juga mau lihat Gunung Botak yang sering Acel bangga-banggain. Ternyata dunia itu luas banget loh, bukan cuma Cicalengka, Rancaekek sama Setiabudhi. Sejujurnya aku nggak mau menetap di sini, aku mau keluar, cari tau hal baru, bersenang-senang, being free.
Tapi sejauh ini, dua harapan itu ngga sinkron sama sekali. Yang satu ngeharusin aku buat save money buat hal-hal yang lebih penting dan prioritas. Yang satunya ngarahin aku buat lebih milih beli pengalaman daripada buat kebutuhan yang bikin duit gakerasa abisnya buat apa. Bingung, iya, sedih, iya. Rasanya pengen jadi anak Bill Gates aja.
Gitu aja kali ya. Buat yang kebetulan baca, minta doanya ya supaya harapan-harapan itu bisa terkabul dan dipermudah jalannya. Gaada yang ga mungkin, mungkin. Thank you!