Tuesday 23 February 2016

Surat Untuk Papa

Kepada papa..

Sudah berapa tahun kita tinggal bersama, pa? 17 tahun ya? Menulis surat ini membuatku ingat akan dosa-dosa yang telah kuperbuat selama kita tinggal bersama. Karena seperti yang engkau tahu, aku anak tidak tahu diri.

Benar kata pepatah, seorang ayah adalah cinta pertama putrinya. Papa juga cinta pertamaku. Kebaikan papa melebihi pria manapun yang pernah kutemui.

Aku tahu papa sayang padaku. Papa suka membelikan kado tiap ulang tahunku, mencoba mencari apa yang aku suka, boneka gajah, permainan-permainan, atau bahkan hanya sekedar makanan-makanan kecil hanya demi memperhatikan kepedulianmu.

Papa sayang padaku. Papa lebih mementingkan aku daripada diri papa sendiri. Jika pergi berdua, papa akan memilih helm yang paling jelek dan memberikan aku helm yang bagus. Jika aku hendak berangkat sekolah di musim hujan, papa juga akan membiarkan aku memakai payung yang baru dan ia akan memakai yang lama untuk pergi bekerja.

Papa sayang padaku. Jika aku meminta sesuatu ia akan marah dan menganggap apa yang aku mau tidak penting. Tapi seminggu kemudian barang itu sudah akan ada di kamarku.

Papa sayang padaku. Jika aku berbuat salah dan dimarahi mama, ia akan mengeluarkan kata-kata lucu agar mama tenang dan aku bisa menjauh dari tangisan.

Papa sayang padaku. Aku akan dimarahinya dengan pelan-pelan agar tidak menyakiti hatiku. Mengusap kepalaku dengan penuh cinta sehingga tak bisa aku mengelak segala kata-katanya.
Papa sayang padaku. Aku akan memberikan segalanya untuk papa. Bahkan kebahagiaanku sendiri. Tapi maaf pa, aku belum bisa jadi anak yang baik dan membanggakanmu sepenuhnya. Tapi sungguh, aku sayang padamu.

Terima kasih atas semua hal yang telah engkau berikan. Sungguh, terima kasih.



Dari, aku
Anak perempuanmu.






bisa dibaca juga disini.

Monday 22 February 2016

Dibawah Pohon Palem

Kepada 5 teman kecilku, Riki, Sidik, Huda, Rani dan Dian..

Sejak aku bayi, aku diasuh oleh orang lain, bukan orang tuaku. Rumahku di RT 3 sedangkan aku dititipkan di RT 4, hal itu membuat aku tidak mengenal lingkungan rumahku sendiri.

Sisi baiknya, aku bertemu dengan kalian.

Aku mengenal kalian entah dari kapan. Aku mengenal kalian bahkan sebelum aku bisa berpikir dengan jelas. Yang aku tahu kita suka bermain bersama sejak dulu, sejak aku belum sekolah atau bahkan bisa mandi sendiri.

Permainan yang sering kita lakukan cukup bisa kuingat. Piknik-piknikan. Dimana kita hanya menggelar sebuah sapu tangan kecil di bawah pohon palem yang juga kecil. Kita hanya membawa jajanan kecil, mungkin hanya lima buah, tapi dulu, hal sederhana itu begitu menyenangkan. Sementara para wanita menyiapkan makanan, yang laki-laki sibuk melakukan lomba lari. Diantara mereka bertiga Sidik selalu menang.

Selain itu kita bermain ucing buaya. Dimana salah seorang akan mengejar kita dan sisanya berusaha mencapai tempat tinggi agar tidak tersentuh oleh si buaya. Saat berlari kita akan melakukan gerakan renang seolah-olah sedang berada dalam danau sungguhan. Aku sering menahan senyum jika mengingatnya. Konyol sekali.

Kemudian sisanya kita hanya berkumpul untuk sekedar membicarakan hal-hal sepele, membicarakan bintang (zodiak) tanpa tahu maksudnya, membicarakan jika kita memiliki elemen ("aku pilih elemen api!" "aku air!"), kemudian membuat mitos sendiri ("batu ini berbentuk penyihir, kalau pecah akan terjadi sesuatu yang buruk pada kita!") atau bahkan saling menjodohkan padahal pacaran saja tidak tahu.

Sidik menyukai Rani, cinta monyet. Kami sering menjodoh-jodohkan mereka. Pasti sampai sekarang mereka masih ingat. Sisanya kupikir menyukai Rani juga, dia gadis yang memiliki daya tarik tersendiri. Dian adalah kakak kelasku, kami beda tiga tahun. Dia suka orang lain selain di grup kami, mungkin seumuran dengannya. Aku sendiri gadis pemalu. Aku tak berani berbicara soal rasa suka waktu dulu. Aku bahkan lupa pernah menyukai siapa. Riki kalau tidak salah?

Disamping kegiatan kami yang liar, aku, Rani dan Dian memiliki girls time. Kami suka berkumpul untuk sekedar membicarakan film kartun yang kami tonton, kemudian menirukannya (terutama tokyo mew mew). Rani sebagai Ichigo karena suka warna pink, aku Minto karena suka warna biru dan Dian Ritsu karena suka warna hijau.

Karena menyukai hal-hal seperti itu kami juga sering membuat 'benda ajaib' kami sendiri. Kami menggunting dan mewarnai. Asik sekali. Kemudian kami membuat cerita kami sendiri. Benar-benar tak terlupakan. Kami juga suka menggambar bersama disamping semua itu. Kami cocok.

Semenyenangkan apapun kegiatan kami, pertemanan kami tetap memiliki masalah. Ya. Masalah sepele anak-anak polos yang belum mengerti demokrasi, musyawarah dan politik.

Kami terkadang saling menjauhi jika terjadi masalah kecil. Jika kupikirkan sekarang, bahkan aku tidak tahu masalahnya apa. Mungkin hanya karena salah satu dari kami diikat dua dan yang lainnya tidak atau hanya karena bisa membeli eskrim walls sementara yang lain hanya bisa membeli es lilin. Lucu. Tapi toh, kami tetap berteman lagi nantinya.

Ini bukan surat. Ini cerita aku tahu. Aku hanya ingin mengingat masa kecil kita yang indah. Kalian adalah teman masa kecilku yang tidak akan pernah kulupakan bahkan setelah 13 tahun berlalu dan pohon palem itu sekarang sudah tumbuh semakin tinggi.

Aku tahu kita sekarang tidak bisa berbincang seperti dulu bahkan hanya bertegur sapa pun sulit (karena pindah rumah, lingkungan sosial yang berbeda, gugup karena pubertas). Tapi kalian tetap sepotong dari masa kecilku yang tanpa kalian mungkin akan hampa.

Terima kasih.
Semoga kita bisa bahagia dengan lingkungan kita yang sekarang. Aku mendoakan.



Salam sayang, aku
Yang rindu akan masa kecil tanpa beban.

Friday 19 February 2016

Untuk Si Penggemar Miku

Hei, An,

Kapan kita kenal? Sudah cukup lama sepertinya. Berbulan yang lalu mungkin? Aku lupa.
Dipertemukan di sebuah room apakah hal yang istimewa? Kemudian lama-lama mulai berbincang. Kau biasa saja, seperti laki-laki pada umumnya. Bahasamu sama. (Well, apa sih yang aku tahu tentangmu selain caramu menulis pada chat?)

Tapi setelah itu dikemudian hari, aku sempat se-room lagi denganmu di room lain. Kau agak congkak karena lebih jago dariku. Kau juga bilang tak peduli dengan segala urusanku. Kemudian hari itu, aku benar-benar menganggapmu seorang yang menyebalkan. (Pasti kau tak ingat, hahaha).

Kemudian tiap aku masuk room, seperti yang lainnya, kau suka menyapaku, aku hargai itu dan hubungan kita pun biasa saja seperti yang lain juga, tidak ada yang istimewa.
Semuanya berubah sejak kau sering menggodaku.

"Aku sama mahda aja deh."
"Mahda mana?"
"Yah mahda pergi :'"

Tidak sampai disitu. Semua orang juga jadi menggoda kita. Reaksiku? Aku malu, kau tahu? Aku malu dan aku sangat senang. Pers*tan dengan perasaan ini, kau benar-benar cowok yang menyebalkan sekarang. Tahu tidak aku jadi lebih senang on malam hanya karena ingin bertemu denganmu? Aku bahkan tertawa-tawa tiap dini hari karena membaca pesan-pesan itu. Kau buat aku seperti orang gila, An. Padahal... Siapa sih kau?\

Kemudian aku mulai terbawa perasaan. Dengan lancang aku menuliskanmu dalam salah satu ceritaku: Diam, seperti yang selalu aku lakukan jika sedang jatuh cinta pada seseorang. Kau melihatnya, aku tidak tahu bagaimana, dan kau bilang kau juga berdebar. Aku tersenyum sambil berdebar mengetahui hal itu.

Kita belum pernah bertemu, aku tidak tahu kau siapa dan aku takut ini tak berhasil. Jadi, saat kau bilang 'suka', aku memang berdebar, tapi aku tidak bisa seperti, aku tidak mau. Mungkin ini karena trauma masa lalu pada cowok dunia maya yang sebelumnya pernah 'gagal' denganku. Entah berlebihan atau tidak, tapi memang seperti itu.

Hei, An.

Kita sudah jarang satu room lagi. Aku ingin seperti dulu. Bisa tidak? Aku...kangen. Kau sekarang jauh sekali rasanya. Aku takut kita 'berakhir' selagi waktu ini terus berlalu. Aku tidak mau.

Hei, An.

Tapi, maaf ya.. Entah aku naif atau tidak, rasanya aku tetap salah. Dan juga, terima kasih untuk semua perasaan berbunga-bunga itu. Itu membuatku senang selama beberapa waktu dan melupakan beberapa masalahku di dunia nyata. Sekali lagi, terima kasih.
Hanya itu, jaga dirimu ya!



Dari, aku

Thursday 11 February 2016

Langit Malam

Kepada langit malam yang kurindukan...

Hari ini adalah salah satu malam mendung di bulan Februari. Sudah lama aku tak melihat bintang apapun di langit sana. Dan lagi, padahal 5 planet sedang berjajar dan aku tidak bisa menyaksikan fenomena yang jarang terjadi itu. Aku juga seharusnya bisa melihat rasi Orion di atas kepalaku malam ini, tapi tidak bisa. Kencanku benar-benar telah dirusak.

Aku juga rindu dengan Venus yang biasanya bersinar di langit barat, yang biasanya menemani tiap langkahku tiap malam bahkan jika tanpa bintang dan langit amat gelap. Bintang kejora memang menakjubkan.

Crux. Rasi pertama yang kukenal, si penunjuk arah selatan yang bersinar dengan manis di belakang rumahku, aku juga rindu. Ingat saat pertama aku melihatmu saat usiaku sekitar 12 tahun (mungkin), aku diam di teras rumah, menuggumu muncul dengan keadaan lampu dimatikan, duduk sendirian seperti gadis bodoh, membawa majalah anak dan senter. Pasti aku tampak lucu saat itu, ya, dipertemuan pertama kita.

Tak lupa pada Scorpio, yang telah berhasil memikat hatiku baru-baru ini. Dengan deretan tiga bintangnya yang selalu berkesan dimataku.

Dan lagi, ah! Summer Triangle yang super besar di langit utara. Deneb, Altair dan Vega. Kutemukan beberapa bulan lalu di sawah yang kering. Musim panas. Tepat sekali. Aku selalu teringat kisah cinta segitiga jika melihat mereka bersama. Dasar remaja.

Tak lupa, pada Betelguese dan anak-anaknya -Alnitak, Alnilam, Mintaka-, juga pada Rigel, Canopus, Capella, Denebola, Cassiopeia, Aldebaran, Ursa, Sirius, Castor, Pollux, Regulus, Antares, Cygnus dan si kesayangan Spica. Ah! Kapan kita bisa kencan lagi?





Bisa dilihat juga disini.