Musim hujan
sudah datang. Aku benci musim hujan. Kenapa? Soalnya hujan membuatku basah. Aku
benci jika basah dan kedinginan. I really love summer!
And here i am, di depan
kelas, terjebak diantara hujan, lupa membawa payung. Damn it! Harus sampai
kapan aku menunggu? Aku ingin pulang!
Kulirik arloji di tangannku, sudah
pukul 14.48, satu jam lebih aku disini! Aku sungguh ingin pulang, tapi tak
ingin basah. Tolong! Siapapun, pinjamkan aku payung!
Tiba-tiba seseorang berlari ke
arahku. Tubuhnya basah kuyup. Ia mengenakan baju futsal sekolah kami. Ia teman
sekelasku, Andre.
“Rana? Sedang apa? Jam pulang kan
sudah dari tadi?” tanya-nya.
“Aku nunggu hujan reda.” Jawabku.
Keningnya berkerut.
“Inikan cuma gerimis, basah sedikit
nggak apa-apa dong?” tanya Andre lagi. Aku mendelikan mata, tak menjawab.
Kulirik ia yang basah kuyup.
“Nih, pakai ini.” kusodorkan sapu
tanganku.
“Eh beneran? Makasih.” jawabnya. Kemudian
hening.
“Kamu habis latihan futsal?” kupecahkan
keheningan. “Sambil hujan-hujanan?”
“Yap. Menyenangkan loh bermain
sambil hujan-hujanan. Kamu harus coba!” Andre nyengir. Aku menghela nafas.
“Nggak, aku benci hujan. Aku nggak
suka jadi basah.” Aku menjawab agak ketus sedangkan Andre memberikan tatapan
seperti ‘kenapa sih cewek ini?’. Tapi kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari
tasnya.
“Pakai nih. Aku pulang duluan ya!”
Kemudian Andre berlari ke tengah hujan yang tengah mereda. Kutatap ia sampai
menghilang lalu menatap payungnya. Ia pulang hujan-hujanan lalu ia memberikan
payungnya padaku?
“Cowok bodoh.” Gumamku.
***
“Andre!”
Cowok tinggi itu menengok lalu
berlari kecil menghampiriku.
“Kenapa, Ran?” tanya-nya. Kusodorkan
payung putih miliknya.
“Makasih ya, aku tertolong kemarin.”
ujarku tulus. Andre nyengir dan menerimaya.
“Sip deh! Eh, Ran, kita kan belum
beli bahan buat tugas prakek kimia. Nah, rencananya aku, Kara sama Dani mau
belanja Minggu. Kamu bisa pergi nggak kalau Minggu? Tinggal kamu aja nih yang
belum dikasih tau.” Ujar Andre. Aku berpikir sejenak.
“Oke, minggu aku free kok.”
Aku tersenyum, Andre juga tersenyum. “Sip deh!” Ia mengacungkan jempolnya lalu pergi.
***
Aku berlari kecil menghampiri Andre
yang terlihat sudah siap berangkat.
“Mana yang lain?” tanyaku, Andre
menggeleng.
“Semuanya nggak bisa. Kara sakit, Dani
ada acara mendadak. Jadi kayaknya Cuma kita berdua deh.” Jawabnya. Aku terdiam.
Masa berdua?
“Iyadeh, gaada waktu lagi soalnya.
Yuk berangkat, nanti kita ketinggalan kereta.”
“Eh? Oh, kita naik kereta?”
tanya-nya dengan wajah lugu.
“Iyalah! Emangnya mau naik apa
lagi?” jawabku dongkol. Kenapa sih dia begitu bodoh?
***
“Sudah semuanya kan?” tanyaku.
“Udah nih. Yuk pergi.” Jawab Andre.
Kami pun melangkah pergi keluar toko. Sudah cukup lama kami berkeliling dari
toko satu ke toko lain. Lelah dan lega sekali rasanya sudah berakhir.
“Rana, makan dulu yuk. Aku lapar.” pinta
Andre, wajahnya memelas. Tega sekali jika aku tak mengiyakan permintaannya.
“Boleh deh. Aku juga lapar.” ujarku.
Lalu kami berjalan mencari pedagang kaki lima terdekat dan akhirnya menemukan
tukang mie ayam yang tidak terlalu ramai pengunjung, kami pun memutuskan untuk makan
disana.
Saat makan, Andre terus-terusan
mengoceh, ia benar-benar tak bisa diam. Tapi ia selalu mebuatku mau tak mau
tertawa mendengar ucapannya. Tapi kemudian ia bertanya serius.
“Kamu, beneran nggak suka hujan?
Nggak pernah hujan-hujanan?”
“Nggak. Kan udah kubilang aku benci
jadi basah.” Jawabku. Andre terdiam, ia memainkan mie ayamnya tanpa dimakan
selama beberapa saat. Aku menatapnya, menunggu jawaban.
“Padahal aku suka hujan.” ujarnya
pada akhirnya.
“Kenapa?” tanyaku.
“Kadang suka sama sesuatu nggak
perlu ada alasannya kan?” jawabnya sambil tersenyum sok misterius. Aku tertawa
geli, gemas melihat wajahnya.
“Apaan sih, haha.”
“Eh, kita makan berdua kaya gini,
kaya lagi nge-date ya?” celetuknya tanpa rasa bersalah. Nge-date? Jangan bercanda. Aku tertawa kecil menanggapi ucapannya.
Dia juga tertawa, lalu akhirnya dia kembali mulai melontarkan cerita-cerita
lucu. Aku selalu tertawa mendengar joke-nya. Dia membuatku nyaman
walaupun kami hanya berdua disini. Aku bahkan tidak merasa canggung saat dia
membicarakan soal nge-date seolah
kami ini pacaran. Pacaran dengan Andre? Memikirkannya pun aku tak pernah. Tapi bagaimana
ya kalau itu terjadi?
Selesai makan kami langsung pulang.
Untuk menuju stasiun kami perlu jalan agak jauh. Dan saat sedang
tenang-tenangnya berjalan, bencana datang.
“Wah hujan!” ujar Andre. “Ini Ran,
pakaikan jaketku di kepalamu, nanti kamu basah!” Andre menutupi kepalaku dengan
jaketnya tanpa sempat aku menolak. Lalu ia menarik tanganku dan kami pun
berlarian di tengah hujan yang makin deras. Tak ada tempat berteduh dimana pun.
Lalu, tanpa diduga, ditengah keadaan kami yang sedang rusuh ini, Andre
tiba-tiba tertawa.
“Menyenangkan bukan?” tanya-nya.
Mendengar itu, entah kenapa aku juga ikut tertawa bersamanya. Perasaan senang
ini, entah kenapa tiba-tiba datang. Saat tanganku di genggamnya, jaketnya yang
menutupi kepalaku, kami yang berlari di tengah hujan, dan aku tertawa. Baru
kali ini aku merasa nyaman dengan keadaan basah. Apa aku juga suka hujan?
***
De Javu
Here i am, di depan kelas,
terjebak di antara hujan, sengaja menunggu disini. Aneh? Aku tidak aneh kok!
Memangnya salah?
Kulirik arloji di tanganku, pukul
14.48 dan aku masih berdiri di sini. Apa? Aku tidak menunggunya kok!
“Rana? Sedang apa kamu?” Aku
menoleh. Dia datang!
“Kamu lupa bawa payung lagi? Tapi
hari ini aku nggak bawa payung.” ujarnya lagi.
“Eh.. aku.. cuma.. cuma.. mau nagih
sapu tanganku kok! Lagian aku nggak niat pinjam payungmu lagi.” Big lie
detected. Andre menatapku aneh.
“Kamu dari tadi di sini? Cuma mau
nagih sapu tangan?”
“Eh.. eh.. nggak! Emangnya aku nggak
boleh diem di sini?” Salting detected.
Ia pun mengeluarkan sapu tanganku
dari tasnya.
“Eh? Boleh kok. Nih, tadinya mau aku
kasih di kelas, tapi nggak sempet terus. Maaf ya.”
“Mm, oke, makasih.” Kusambar sapu
tanganku dari tangannya. Dia tersenyum, jantungku mau meledak. Shy detected.
Aku memalukan! Suasana hening.
“Kamu, mau pulang kapan?” aku memberanikan
diri bertanya.
“Eh itu, aku nemenin kamu dulu aja
sampai hujannya reda deh, sekalian bareng aja.” Jawab Andre, ia menggaruk
belakang kepalanya, terlihat ragu. Aku tertegun, Andre, mau pulang bareng aku?
Yeay! Eh, apa?! Aku nggak seseneng itu kok!
“Aku.. lagi buru-buru, kita pulang
sekarang yuk?” genit detected.
“Sekarang? Kan masih hujan?”
tanya-nya bingung.
“Aku udah nggak takut basah kok.”
Jawabku. Karena kamu, lanjutku dalam
hati. Andre tersenyum dan mengulurkan tangannya.
“Yuk.”
Aku membalas
senyumnya, lalu kuraih tangan itu. Kemudian kami sudah berlari di tengah hujan.
Apa lagi? Jangan tatap aku seperti itu! Uh, oke kamu menang! Ini rahasia ya,
sebenarnya ada payung di tas-ku, tapi aku tetap ingin berlari ke tengah hujan,
bersama Andre. Well, karena, aku mulai suka hujan mungkin? Atau mungkin... suka cowok bodoh di sampingku.
***
Cerpen
ini gue bikin pas kelas 11 buat ikut lomba di majalah. <<KELAS 11 loh!>>.
Gue juga agak kaget pas baca ulang tadi malem ‘Wah, kok bisa sih?’. Dan mungkin
hanya beberapa orang yang ngerti maksud ungkapan diatas. Judul aslinya itu “In The
Rain” dan gue ganti untuk beberapa alasan. Isi cerita utuh, Cuma agak gue edit
sana-sini untuk memperapi aja. Gue dengan bangga menyebutkan bahwa ini adalah salah satu cerpen dimana pas bikinnya gue gak lagi baper, jadi ini full bukan curhat (Nah, Yoga 'Pandu' Aditya, kamu harus mencontoh ini kali-kali, nak). Dan bulan-bulan ini gue banyak bahas hujan ya? Lagi musim soalnya(?) *yaterus*. At last, semoga lo suka ;)