Thursday 3 September 2015

Fall In Weirdo


Bermula dari pertemuan yang aneh, aku mulai mengenal Yusuf. Aku mengenalnya saat acara MOS di sekolah, hari pertama masuk SMA. Pada akhirnya aku tidak tahu kalau aku akan jatuh cinta padanya.
***
            “Nikya?”
            Aku mengacungkan tangan tinggi-tinggi saking bersemangatnya. Hari ini hari pertamaku masuk SMA, rasanya benar-benar mendebarkan! Aku tak sabar untuk belajar, bertemu orang-orang baru, dan mengalami kisah-kisah baru. Apalagi masa SMA terkenal dengan masa-masanya untuk mencari cinta. Ah! Aku benar-benar bersemangat!
            Kakak kelas yang menjadi instruktur lokal kini sedang mengabsen kami para murid-murid baru. Semuanya normal sampai nama terakhir di sebutkan.
            “Yusuf?”
            Tidak ada yang mengangkat tangan. Kakak kelas kami memanggilnya sekali lagi untuk memastikan , namun tidak ada jawaban. Ia bertanya apakah ada yang tahu Yusuf, semuanya menggeleng.
            “Baiklah, ada yang namanya belum disebut?” ujar Kakak kelas kami pada akhirnya. Seorang cowok dengan rambut berantakan yang duduk di bangku paling belakang mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Kami semua menoleh.
            “Siapa namamu?” Tanya si kakak kelas.
            “Saya?” jawabnya seperti menantang kemudian mejawab dengan polos, “Saya  anggota Super Junior.”
Sekelas tertawa mendengar jawabannya. Aku pun tak urung tersenyum aneh melihatnya.
            ‘Jangan sampai masa SMA-ku dihabiskan untuk menyukai cowok seperti dia.’ Batinku dalam hati saat itu.
***
10 IPA 1
            Masa MOS kami sudah berakhir.  Dan kami sudah mendapatkan kelas, aku masuk kelas 10 IPA 1. Hari ini, di hari pembagian kelas, dengan sialnya aku harus datang terlambat. Karena menonton film sampai larut tadi malam aku bangun kesiangan.
Aku memasuki kelas dengan canggung.  Tak banyak yang aku kenal disini dan semua bangku sudah hampir penuh. Mataku tertuju pada dua buah kursi kosong di pojok belakang. Sebelum aku sempat memilih lagi, seorang guru –nampaknya wali kelas baru kami- datang memasuki kelas. Aku pun berjalan cepat menuju kursi kosong itu. Lagipula tak ada yang duduk disana. Saat aku baru saja meletakkan tasku, seseorang sudah berdiri di samping bangku kosong yang kutempati. Itu Yusuf. Aku masih mengenalnya walaupun setelah perkenalan konyolnya saat MOS dia tak pernah masuk lagi.
Aku tersenyum kikuk padanya namun dia hanya memperlihatkan wajah datar. Sekarang aku mengencarkan mataku, mencari-cari siapa tahu ada kursi kosong lainnya. Dan aku tak pernah menemukan kursi kosong itu.
***
Sudah tiga minggu sejak kami masuk SMA. Dan kau tahu apa? Aku dan teman sebangkuku belum pernah sama sekali bicara satu sama lain. Satu-satunya hal yang pernah ia katakan padaku adalah: “Hei, penghapusmu jatuh.” Dan setelah itu, ia tak pernah lagi bicara padaku. Aku mulai bertanya-tanya, apakah ia membenciku? Ataukah dia itu teman masa laluku yang pernah aku kerjai sehingga ia dendam sampai sekarang? Atau yang terburuk, apakah ia psikopat? Aku tak pernah tahu.
Suatu hari, di pagi yang mendung, aku berangkat seperti biasa. Namun sebelum berangkat tadi, adikku memberi aku sesuatu. Mainan robot yang tak tahu apa namanya. Katanya ini hadiah ulang tahunku dua bulan lalu. Aku berterima kasih walaupun sama sekali tak mengerti apa ini. Well, dia masih kelas 2 SD. Aku menggenggam benda itu sampai ke sekolah karena malas memasukkannya ke dalam tas. Saat aku baru duduk di kursiku, Yusuf tiba-tiba menjerit.
“APA ITU?!”
Aku yang kaget setengah mati menjawab dengan tergagap.
“A..aku tak tahu. Adikku yang memberi ini.”
“Itu gundam Super Deformed! Ah, aku ingin sekali gundam ini. Kau beruntung.”
“Eh?” Aku benar-benar bingung sekarang. “Kau mau ini, Yusuf?” tanyaku hati-hati.
“Eh?” Dia yang Nampak bingung sekarang, kukira ia sangat ingin benda ini sehingga dia jadi bingung. Namun jawaban yang kudapat lebih aneh lagi.
“Kau tahu namaku?” ujarnya polos, kepalanya dimiringkan, membuatnya tampak sedikit imut.
“Tentu saja.” Jawabku seadanya, atau lebih tepatnya tak tahu lagi harus menjawab apa. Aku mulai curiga jangan-jangan ia tak tahu namaku.
“Wah, kalau begitu aku harus tahu namamu.” Ujarnya. Aku menepuk jidatku.
“Nikya,” Jawabku ogah-ogahan. Ya ampun, selama tiga minggu ini apa saja sih yang dia lakukan?! “Panggil saja Niki.” Tambahku.
“Oh. Niki. Baiklah.” Jawabnya. “Tapi aku lebih senang memanggilmu Super Defor.”
Aku mengeryit. “Apa itu?”
“Dari nama gundam-mu. Super Deformed. Gundam yang lain biasanya berukuran lebih besar, Super Deformed adalah ukuran yang paling kecil. Nah, kau bertubuh kecil.”
Baiklah, aku tak pernah mendapat kata-kata yang tak sesopan ini dari seseorang yang baru kukenal selain dari Yusuf. Dia memang jauh lebih tinggi dariku, tapi ia tak pantas berkata seperti itu pada orang yang bahkan tidak dia kenal walaupun sudah bersama selama tiga minggu kan?
“Kau keberatan?” tanyanya tanpa dosa seolah ini tidak membuatku kesal.
“Aku lebih suka dipanggil Niki,” Jawabku terus terang. “Tapi kalau itu yang kau mau, aku tak apa.”
Dia menjerit senang. Teman-teman sekelasku mulai memperhatikan kami, aku berusaha mengabaikannya.
“Baiklah Super Defor, aku ingin cerita sedikit.” Ujar Yusuf tiba-tiba.
“Apa?” jawabku. Dan tanpa disangka-sangka ia bercerita tentang kebingungannya selama berada di kelas ini.b
“Aku tak pandai bergaul, bisakah kau bantu aku agar mendapatkan teman?” ujarnya murung.
Kemudian Yusuf bercerita, ia adalah anak bungsu di keluarganya. Ia memiliki dua kakak cowok yang selalu mengabaikannya. Karena merasa terabaikan, ia mulai fokus sendirian, kemudian mulai mengoleksi mainan Gundam dan akhirnya menjadi introvert. Ia sempat berteman baik dengan seorang cowok bernama Raka saat SMP yang juga menyukai Gundam, namun kali ini mereka beda sekolah, hal itu membuatnya bingung setengah mati katanya. Aku tersenyum mendengar ceritanya, konyol sekali.
Akhirnya setelah tiba-tiba ‘curcol’ seperti itu, aku memutuskan untuk mengajaknya hang-out bersama teman-teman sekelas. Ia tampak senang sekaligus gugup. Akhirnya kami pergi bersama dan kau tahu apa? Ternyata ia tidak se-‘aneh’ itu dalam bergaul. Ia banyak diam, tapi tetap menjawab jika ditanya. Hingga akhirnya kulihat ia menemukan penyuka Gundam di kelas kami, namanya Dika. Mereka mengobrol asik sekali. Aku ikut senang. Dan tanpa disangka-sangka batinku tiba-tiba mengatakan hal yang aneh.
‘Yusuf ternyata manis kalau tersenyum.’
***
11 IPA 1
Hai, Niki disini. Aku sudah memulai tahun keduaku di SMA. Dan kali ini, aku sudah tidak sebangku dengan Yusuf. Setelah menemukan soulmatenya, Yusuf memutuskan untuk duduk bersama Dika. Aku agak kehilangan karena belakangan kami sudah sangat dekat. Bahkan kupikir, aku mulai menyukainya.
Oh, tuhan. Diriku setahun lalu pasti sudah mengutukku jika tahu pada akhirnya aku jatuh cinta pada Yusuf si anggota Super Junior. Tapi sungguh, mana aku tahu jika jadinya begini? Lagipula setelah setahun ia mulai menjadi cowok yang normal (walaupun sifat anehnya kumat sewaktu-waktu). Dan perlu kalian tahu juga, sebernya Yusuf itu tampan. Ia memiliki tubuh jangkung dan senyum yang imut (sayangnya ia jarang tersenyum). Namun semua itu terhalang oleh rambutnya yang super berantakan dan dekil juga sifatnya yang cuek akan penampilan (Ia pernah datang kesekolah dengan sebelah celananya tergulung sampai lutut dan cuma berkata: ‘ah, aku lupa. Toh orang-orang dijalan juga tak akan peduli.’) benar-benar deh!
Dan kalian perlu tahu juga, Yusuf ini cerdas, tapi sayang dia malas. Pengetahuan umumnya luas, dia juga diam-diam pintar berpendapat dan bicara, tapi keluguannya membuatnya terlihat bodoh. Yusuf juga sangat baik, ia akan mendengarkan ceritaku yang super panjang dengan senang hati, bahkan tak pernah tampak terlihat bosan, kemudian ia akan menanggapinya dengan komentar bodoh yang membuatku tertawa.
Mungkin orang-orang tak pernah memperhatikan ini, hanya aku yang tahu. Dan mungkin, hanya aku yang menyukai seorang Yusuf di sekolah kami.
Tiga bulan pertama di kelas 11-ku benar-benar membosankan. Rani teman sebangku yang baik namun ia tidak humoris seperti Yusuf. Aku rindu Yusuf! Bahkan ia sudah tak bicara padaku tiga bulan ini, hanya menyapa dan bertanya padaku sesekali jika perlu. Ah! Aku tak tahan!
Akhirnya dengan sedikit nekat, aku mencuri nomor ponsel Yusuf dari ponsel Dika (yang juga kuambil diam-diam). Kemudian tanpa basa-basi apapun, aku menghubunginya malam itu juga.
‘Yusuf! Ini Niki.’
Aku memulai percakapan. 10 menit kemudian, aku mendapat balasan.
‘Niki siapa?’
Aku menghela nafas kesal.
‘Super Deformed.’
‘Oh. Ada apa?’
Aku memukulkan bantal ke wajahku karena kesal dengan responnya.
‘Tak apa. Apa besok ada tugas?’ ujarku basa-basi.
‘Tidak tahu. Mengapa bertanya padaku? Kau kan tahu aku tidak pernah mengerjakan tugas. Haha.’ Jawabnya. Yang satu ini membuatku agak senang dan lega karena ia tidak menanyakan darimana aku mendapat nomor ponselnya. Kemudian, karena tak ingin percakapan pertamaku berlalu dengan cepat, aku mulai bertanya hal lain.
‘Haha, aku lupa dengan hal satu itu. Ngomong-ngomong, apa kau punya nomor ponsel teman-teman sekelas kita?’
‘Tidak. Kecuali Dika dan sekarang punyamu.’
Aku bernafas lega karena berarti ia tak pernah berhubungan dengan cewek manapun di kelas.
‘Apa kau tidak tertarik dengan cewek di kelas kita?’ tanyaku gamblang. Hey, aku benar-benar penasaran! Lama ia tak membalasnya. Aku mulai khawatir. Setengah jam kemudian, aku menerima balasan.
‘Maaf. Pergi beli gula.’ Aku menghela nafas panjang membacanya, entah kesal karena menunggu, entah lega karena ia masih membalas. ‘Kau bercanda. Percuma aku menyukai mereka. Mungkin tak akan ada yang menyukaiku. Hahaha!’
Membacanya begitu menyakitkan sekaligus melegakan. Batinku bicara lagi. Tapi aku suka Yusuf…
***
            12 IPA 1
            Aku menemukan biodata Yusuf yang seharusnya dikumpulkan pada guru kami pagi ini. Biodata ini dibutuhkan untuk persiapan kami kuliah. Iya, tidak terasa tiga tahun sudah berlalu. Mengejutkan bagaimana kita tumbuh begitu cepat, aku tak pernah menyangka hal ini akhirnya datang padaku juga.
            Aku menggerutu dalam hati menatap kertas yang tergeletak begitu saja itu. Payah, kalau hilang dia bisa dimarahi! Tapi kemudian aku menemukan sesuatu yang menarik di kertas lusuh itu, tanggal lahir Yusuf! Selama ini ia tidak pernah memberitahuku –atau siapapun- mengenai tanggal lahirnya. Dan sekarang aku tahu! 27 Desember jelas tertera di kertas itu. Aku terdiam sebentar. 27 Desember itu minggu depan! Aku harus mempersiapkan hadiah! Ini tahun terakhirku bisa bertemu Yusuf! Aku harus memberinya sesuatu, dan aku tahu apa itu…
***
            Aku membeli kotak kado kecil di toko. Kemudian sesampainya di rumah, aku membuka laci almariku dan mengeluarkan robot kecil berdebu dari dalam sana. Super Deformed. Lalu kumasukkan robot kecil itu ke dalam kotak kado tadi. Aku menatapnya dengan penuh kepuasan.
            Aku selalu menunggu datangnya hari ini, hari yang tepat untuk memberikan Gundam yang membuat Yusuf berbicara padaku hingga akhirnya membuatku menyukainya. Aku menyimpan robot kecil ini baik-baik dan akhirnya bisa kuberikan juga. Senyum puas menghiasi pipiku. Aku tak sabar memberikannya.
***
            Pagi ini aku agak sedikit pusing, namun ini tanggal 27 Desember dan aku harus pergi ke sekolah. Di gerbang sekolah tanpa diduga aku bertemu dengan Yusuf. Kebetulan yang aneh. Kami pun berjalan bersama dari gerbang menuju kelas.
            “Yusuf. Aku sudah tahu ulang tahunmu.” Ujarku dengan bangga padanya. Ia terlihat tidak kaget. “Aku ingin memberimu hadiah.” Tambahku. Ia terdiam sebentar.
            “Silahkan.”  Jawabnya datar. Tapi aku sudah biasa dengan sikapnya yang menyebalkan itu.
            “Tapi tidak sekarang. Aku belum siap.” Ujarku lagi. Dia cuma mengangkat bahunya.
            Pada jam istirahat, kondisi tubuhku memburuk. Akhirnya aku dibawa ke ruang kesehatan. Namun saat bel tanda pulang berbunyi, aku buru-buru pergi. Aku harus bertemu Yusuf! Ujarku dalam hati.
            Aku masuk ke kelas dan Yusuf sudah tidak ada.
            “Yusuf mana?” aku bertanya pada Dika yang nampak murung.
            “Pulang. Tapi entahlah.” Jawabnya. Setelah mendengar jawaban Dika aku segera mengambil hadiahku dan berlari keluar. Kulihat Yusuf sedang berjalan ke arahku dengan langkah cepat dan wajah datarnya. Saat ia melintas, aku menarik lengannya.
            “Yusuf!” Teriakku semangat.
            “Apa?!” Teriaknya padaku, namun jelas teriakkan yang berbeda.
            “Apa?! Cepatlah!” ujarnya lagi karena aku belum melepaskan lengannya. Namun peganganku mulai melonggar. Aku menyusut. Luruh seperti istana pasir yang terkena ombak.
            “Tidak.” Ujarku cepat.
            “Apa? Cepatlah. Ada apa?” Ujarnya lebih halus namun dengan wajah tetap datar. Aku hampir menangis.
            “Tidak. Pergilah. Sana pergi!” ujarku sambil mendorongnya. Lalu aku pergi mendahuluinya.
            Selamanya, aku tidak mau bertemu Yusuf lagi!
***
            Belakangan aku tahu, Yusuf marah karena Dika menjahilinya. Aku juga tahu kalau setelah itu mereka dengan mudahnya akur kembali. Namun walaupun sudah hamper akhir semester, hatiku masih belum sembuh.
            Bagaimana bisa dia membentakku saat aku ingin memberinya hadiah yang menurutku paling berarti? Yang kusimpan berbulan-bulan untuk diberikan hanya padanya? Barang kesayanganku. Barang yang mengingatkanku akan percakapan pertama kita. Dan saat aku ingin memberikannya dia malah meneriakiku seperti orang bodoh. Aku benci Yusuf!
            Pada akhirnya, hadiah dariku masih terbungkus rapi dalam kotaknya. Tidak tersentuh di dalam laci almariku.
***
            Sudah hamper kelulusan. Dan sudah berbulan-bulan aku tak bicara pada Yusuf begitu juga sebaliknya, sepertinya ia menyadari perubahan sikapku. Beberapa minggu ini aku mulai befikir aku akan memaafkan Yusuf. Aku rindu dia, dan aku tak bisa melupakannya.
            Jadi hari ini aku membuka laci dan mengeluarkan hadiahku. Kuputuskan aku akan memberikannya hari ini. Hari ini juga!
            Pagi ini aku datang lebih awal, aku tahu Yusuf sering berangkat pagi ke sekolah, jadi aku memutuskan untuk lebih pagi darinya. Aku menunggu di depan pintu dan tak lama ia pun datang. Saat ia melintas, aku langsung menarik tasnya.
            “Ap…”
            “Diam!” ujarku galak. Akupun memasukkan Gundam itu ke dalam tasnya.
            “Maaf belakangan sikapku jahat.” Ujarku lirih. Ia berbalik padaku.
            “Jahat? Apanya?” tanyanya. Aku tetap menunduk.
            “Karena mendiamkanmu.” Ujarku lebih pelan lagi. Ada hening sesaat.
            “Masa sih?” ujarnya. Aku terkesiap dan menatap wajahnya yang seolah sedang mengingat apa yang telah aku perbuat. “Aku tidak merasakan apa-apa.”
            Aku menatapnya tak percaya. Aku tak bicara padanya berbulan-bulan dan dia menganggap hubungan kami baik? Yang benar saja!
            “Kau ini bodoh atau apa?” ujarku kesal. Ia tertawa.
            “Kau manis sekali kalau marah. Tapi maaf aku tidak peka. Tapi maksudmu apa sih?” Ia kembali tertawa. Aku masih menatapnya tak percaya. Sesaat kemudian aku juga tertawa.
            “Bodoh.” Ujarku yang ditujukan pada diri sendiri, agak tersipu juga karena disebut manis oleh orang yang kusuka.
            “Apa?”
            “Tidak,” jawabku. “Aku hanya merasa bodoh.” Kami terdiam beberapa detik.
            “Makan yuk!” ujarku pada akhirnya.
            “Ke kantin? Boleh. Aku juga belum sarapan.” Jawabnya. Aku tersenyum. Lalu menggandeng tangannya dan menyeretnya pergi. Ia hampir terjatuh tapi aku terus menariknya. Yasudahlah, biar seperti ini saja. Aku tersenyum puas.


Hi! This Is The New Mahda Aulia

Hai readers! Ini gue Mahda Aulia si penulis blog Spicalia.

Gue mau chit chat dikit soal blog gue. Sebelumnya gue mau ngasih tau bahwa udah 3 tahun blog ini jalan, sejak gue masih kelas 9 dan sekarang gue udah kelas 12. Wow. Tapi post-an gue dikit banget. Buat kedepannya semoga gue lebih rajin nulis. Hoho. Lanjur soal blog, ini adalah beberapa hal yang mau gue bahas:

Pertama, kenapa nama blognya 'Spicalia'?

Perlu lo semua tau, gue sangat-sangat suka langit malam, gue seorang sky observer, terutama bintang-bintang. Nah, perlu lo semua tau juga, gue sangaaatt sangaaat zutto zutto suka bintang Spica (Bintang di rasi virgo, berwarna biru dan berklasifikasikan O dalam OBAFGKM, yakni salah satu bintang tercerah dan terpanas). Sedangkan -lia sendiri gue ambil dari nama panjang gue 'Aulia'. Well, udah cukup jelas kan?

Kedua, apa sih yang gue bahas di blog gue?
Yang bakan gue bahas adalah:

All about ME. Segala tentang gue dan apa yang gue suka. Dari post-an sebelumnya, lo bisa lihat dan menganalisis kalo gue itu tipe orang yang suka banget baca, gue suka Taylor Swift, gue suka bikin karya sastra (yang sebenernya curhat *OHOK*) dan gue suka anime, fix. Sisanya, gue sebenernya juga suka baca Shojo Manga (Komik jepang buat cewek), gue suka nonton, gue suka buat komik, Vierra, bintang, dan sebagainya tapi mungkin belum sempet gue tuangin disini. So, tunggu aja post-an gue selanjutnya ;)

Ketiga, apakah post-an gue alay?
Jawabannya: Absolutely, YES. Tergantung pandangan lo semua sih, tapi seperti yang gue bilang, this is all about me and what i like. Kalo lo suka, lo baca, kalo nggak, ya gausah. Simply like that. Tapi gue bakal seneng banget kalo lo seneng sama post-an gue :' *mengusap indah air di pelupuk mata* .

Yup, gitu aja deh. Buat kritik atau saran lo bisa langsung tulis di kolom komentar. Ataauuuu, lo bisa hubungi gue secara langsung di:
facebook.com/mahdaauly
twitter.com/mahdaauly
ask.fm/mahdaauly
instagram.com/mahdaauly

*Ini promosi *bodo amat

Oke, it's all that i can say, at last, happy reading! ^^