Wednesday 3 October 2018

Distinguished Gentleman’s Ride Bandung 2018 di Mata Cewek Cupu




Perpustakaan UPI- 30 Oktober 2018 kemarin yang bertepatan dengan hari minggu, saya diajak pacar saya untuk mengikuti sebuah kegiatan anak motor yang bernama Distinguished Gentleman’s Ride. Untuk saya yang selama ini hanya hidup di gua dan tidak pernah piknik kegiatan ini benar-benar asing. Sebenarnya kegiatan apa sih ini? Momotoran pake motor vintage? Terus apa?
Kemudian saya dijelaskan sedikit oleh pacar saya kalau ini merupakan acara rutin yang diadakan setiap tahun. Dia sendiri sudah mengikuti kegiatan ini sejak tahun 2016 ( yang berarti dia sudah tiga kali ikut). Awalnya saya hanya dijelaskan kalau kegiatan ini hanya kegiatan momotoran­ atau berkendara saja. Dia juga menjelaskan tipe-tipe motor yang bisa ikut dalam kegiatan ini.

naikmotor.com
Jadi kalau kalian pengguna motor bebek atau ninja, kalian tidak bisa mengikuti acara ini. Wayahna. Kemudian, dari penjelasan yang dipaparkan oleh pacar, saya mulai mencari informasi tambahan mengenai kegiatan ini di instragram dengan melakukan pencarian #DGRBandung. Dan yang saya lihat adalah sekelompok om-om yang sedang naik motor vintage (motor keluaran lama atau gaya jadul<?>). Dan yang saya pikirkan saat itu adalah: “Anjir, ini sih acara anak geng motor. Serem.”. Lalu saya menjadi agak ragu-ragu untuk mengikuti acara itu. Saya juga membaca aturan lainnya untuk mengikuti DGR, yaitu menggunakan dresscode setelan jas resmi. Lah terus saya harus pakai baju apa? Saya kan nggak mungkin pakai jas? Dan saya nggak punya baju dengan gaya vintage. Hal ini saya utarakan ke pacar yang dia jawab: “Nggak apa-apa, ikut aja.”. Dan akhirnya, dengan paksaan halus pacar saya dan menghindari membuat dia kecewa karena saya tidak ikut, sayapun memutuskan untuk ikut.

Minggu pagi, saya mandi dan akhirnya memutuskan untuk menggunakan kemeja putih, celana dan jaket jeans dan.. hanya itu. Baju yang saya harap nggak norak-norak banget diantara orang-orang yang pakai setelan. Ada beberapa kendala ketika pagi hari yang membuat kami agak terlambat, tapi tidak masalah. Sudah berpakaian rapi dan tinggal menggunakan kerudung, saya menunggu pacar saya menjemput.

Ketika saya keluar dari kosan pukul 10 pagi dan pergi ke jalan raya, saya terenyak. Ada puluhan motor yang saya lihat. Motor vintage butut yang hanya kerangka, sampai yang mengilap cerah saya temukan diantara pengendara-pengendaranya yang menggunakan jas atau rompi dengan kemeja dibagian dalam. Kebanyakan pengendara juga tidak menggunakan helm full-face, tapi justru tampilan seperti itu yang membuat acara ini menjadi sangat menarik. Maksud saya, menggunakan motor vintage berbarengan saja sudah menarik, ditambah dresscode ini tentunya makin menarik lagi. Saya seperti di bawa ke masa lalu. Orang-orang menggunakan setelan vintage yang biasanya hanya saya lihat di televisi atau poster-poster jadul.

Selain pergi dengan pacar, saya juga membuat janji dengan teman saya yang kebetulan pacarnya juga memakai motor custom. Saya mengajak teman saya atas dasar ketakutan saya sebelum acara. Agar saya tidak menjadi perempuan sendirian juga. Tapi kenyataannya, walaupun mayoritas pengendara adalah laki-laki, saya juga menemukan 1-2 pengendara perempuan, dan menurut saya ini cute sekali. Perempuan menggunakan setelan vintage diatas motor vespa klasik dengan helm half-face, berkendara sendirian. Benar-benar menarik untuk dipandang. Dan banyak pula ternyata yang mengajak pasangannya untuk ikut. Lebih lucu lagi melihat pasangan dengan dresscode yang senada. Memang sepele, tapi saya benar-benar terhibur melihat pemandangan seperti ini.

Titik kumpul para pengendara untuk tahun ini adalah di PINE HILL, Cibodas, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Kawasan hutan di Jalan Maribaya itu benar-benar cocok untuk tempat berkumpul. Tempatnya dikelilingi pohon-pohon pinus tinggi yang membuat suasana menjadi cukup sejuk ditengah matahari yang super terik siang itu. Tempat parkirnya sangat penuh, dipenuhi oleh motor-motor klasik tentunya. Kami turun dari motor dan langsung pergi mencari teman-teman pacar saya yang kemudian ditemukan di dekat panggung kecil tempat MC dan bintang tamu singgah. Di sekeliling panggung terdapat banyak sekali truk penjual makanan yang harganya *ehem cukup mahal. Sebenarnya harganya normal sih, cuma ya.. begitulah.

Kegiatan kami sendiri disana sebenarnya tidak banyak. Saya sendiri hanya banyak duduk diam dan memperhatikan sekitar, sementara pacar saya banyak mengobrol banyak dengan kenalannya yang beragam usia. Yap, relasi orang-orang ini juga luar biasa. Selain memang karena hubungan laki-laki yang memang mudah akrab, mereka juga memiliki hobi dan kesukaan yang sama. Motor.

Acaranya sendiri dimulai sejak para pengendara tiba disana. Dibuka dengan 2 Master Ceremony yang berpakaian vintage, 1 laki-laki dan satu perempuan. Mereka menjelaskan sedikit mengenai acara yang akrab disebut DGR ini. Jadi, selain untuk mengumpulkan orang-orang yang menyukai motor klasik, acara ini juga ternyata merupakan acara amal yaitu dengan cara penggalangan dana yang bertujuan untuk penelitian riset mengenai kanker prostat dan kesehatan mental pria karena menurut data, sudah banyak pria yang meninggal karena kanker prostat dan bunuh diri akibat depresi. Mark Hawwa sendiri (pencetus ide adanya DGR) membuat kegiatan ini agar pandangan negatif orang-orang mengenai pengguna motor menjadi berkurang (termasuk saya sendiri yang sempat takut untuk datang ke acara ini, hahaha!).

Kemudian DGR Bandung 2018 juga mengundang bintang tamu Naif yang tampil dengan cantiknya menjelang sore hari. Lagu Piknik 72 yang dikumandangkan menjadi pembuka sore hari yang sejuk saat itu.

Kemudian setelah beberapa lagu dimainkan, kami memutuskan untuk pulang. Jadi hanya itu. Hanya kegiatan itu yang dilakukan di DGR, tapi berkesan cukup banyak untuk saya. Kami pulang di bawah langit oranye yang menandakan akan petang, saya duduk dibelakang pacar saya, di atas motor scramblernya, berkendara pulang dengan hati yang senang. Senang karena saya bisa datang ke sana untuk menambah pengetahuan dan pengalaman, senang pikiran-pikiran buruk saya tidak ada yang terjadi, senang bisa menjadi bagian dari acara ini. Saya juga belajar, jangan pernah takut untuk mencoba sesuatu yang baru, jangan takut untuk keluar dari zona nyaman, karena hasilnya tidak selalu buruk, malah penuh kejutan yang menyenangkan.

Sekian tulisan saya kali ini, semoga dapat menambah gambaran pembaca mengenai Distinguished Gentleman’s Ride (bagi yang belum tahu tentunya). Terima kasih atas waktunya untuk berkunjung!

Wednesday 11 July 2018

Sebuah Tulisan di Malam Hari

Malam ini lampu kubiarkan menyala. Dengan posisi telentang kutatap langit-langit kamar. Cahaya lampunya membuat mataku silau. Tapi aku tidak ingin cahaya itu mati. Tiba-tiba aku merasa takut. Takut akan kegelapan, takut menjadi sendirian, takut kehilangan orang-orang yang aku sayang. Aku tahu ini pasti hanyalah khawatir berlebih sesaat, tapi saat ini rasanya berat sekali.

Bayangan masa lalu sedikit demi sedikit merasuki pikiranku. Aku rindu masa lalu, masa-masa hidup tidak sesulit ini. Menentukan pilihan sebegitu sulitnya, belum lagi ketika harus menanggung rasa sesal ketika kamu membuat pilihan yang salah. Semakin dewasa kamu akan semakin menyadari bahwa kamu hanya sendirian, tidak ada yang bisa menolongmu kecuali dirimu sendiri. Perasaan ini agak menakutkan, membayangkan bahwa kamu harus bisa melakukan segala hal seorang diri sangat menakutkan. Bayang-bayang akan rasa kesepian menghantui di sela-sela pikiranku.

Aku tidak mau sendirian. Aku takut sendirian.

Wednesday 13 June 2018

Di Stasiun

Aku melangkah masuk ke stasiun kereta bagian dalam. Sebagian dari diriku bertanya-tanya, apa mungkin bisa aku bertemu dengannya hari ini.

Dia selalu pulang setiap hari senin naik kereta.

Ucapan Nata terngiang. Aku menghela nafas.

Malam ini membuat bulu kudukku merinding, aku mengusap-usap tanganku agar bisa menghangatkan diri. Stasiun juga sepi. Aku mencari tempat duduk dan pandanganku mulai berkeliling.

Tidak ada. 

Tidak ada. 

Tidak ada. 

Tidak ada. 

Mungkin dia memang tidak ada. Yaampun, Bunga. Kamu kira berapa orang yang suka pulang malam-malam begini? Jika tidak ada kegiatan di klub gambarku pun pasti aku akan lebih memilih pulang agak sore. 

Mendesah panjang pasrah, aku pun mengeluarkan buku sketku. Daripada mencari-cari yang tidak ada, lebih baik aku melakukan hobiku saja. Membuat sketsa.

Aku mulai memperhatikan lagi ke sekeliling, mencari objek yang sekiranya bisa aku gambar. Objek manusia yang tidak banyak bergerak. Kutemukan satu di depanku. Seorang wanita yang nampaknya lebih tua dariku, namun tetap masih muda. Mungkin usianya duapuluhan. Aku mulai menggoreskan pensilku.

Membuat garis, menebalkan garisnya, mengarsir.

Aku suka saat gambarku menjadi lebih hidup ketika aku mempertebal garisnya. Garis yang tegas membuat gambar menjadi lebih cantik. Wanita yang kugambar agak berbeda dengan aslinya. Wanita di depanku terlihat kaku dan agak gelisah karena ia terus memperhatikan jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. Mungkin ia sedang mengejar waktu. Memberi perubahan sedikit, kuukir senyum di bibirnya. Hal ini membuat aku mau tak mau ikut tersenyum.

"Melihat orang tersenyum membuat ingin tersenyum juga ya?"

Aku menoleh secepat suara yang tiba-tiba muncul. Kavin tersenyum manis di sampingku. Detak jantungku berhenti seketika.

"Eh, hai.." aku dapat mendengar kegugupan dari suaraku sendiri dan merasakan rasa bahagia yang membuncah di dada. Dia Kavin. Potongan cerita masa SMA-ku. Orang yang pernah kuberi sketsa wajahnya diam-diam tanpa ia tahu sampai sekarang.

"Lama tak jumpa." ujarnya lagi masih dengan senyum yang sama. "Masih suka membuat sketsa ya?"

Aku tercengang.

Dia bilang apa?

"Haloo?"

Tangannya melambai-lambai ke depan wajahku yang kaku sepersekian detik. Bibirku menganga sedikit, berusaha mengeluarkan suara yang tetap tertelan didalam saking kagetnya.

Astaga. Dia tahu.

Wednesday 11 April 2018

Suatu Sore di Taman Partere

Jam sudah menunjukkan pukul 17.50 Waktu Indonesia Bagian Barat, namun aku belum beranjak dari kursi batu depan kolam Taman Partere. Nyamuk mulai mengelilingiku seakan aku adalah santapan nikmat. Lampu taman yang bulat itu pun sudah menyala terang diantara langit yang sudah mulai menggelap.

Aku menatap nanar layar ponselku, menulis kata demi kata yang sudah bertumpuk diotak. Sesak. Aku ingin mengeluarkan semuanya.
Tunggu sebentar.
Memangnya apa yang harus aku tuliskan?
Betapa tak karuannya perasaanku pada hari ini?
Tapi nampaknya aku tidak mau menuliskan semuanya. Aku hanya mau diam disini. Sebentar lagi saja.

Tuesday 10 April 2018

Kali-kali

"Kalian belum pernah ke bioskop? Ajak main lah kali-kali!"

Aku mencerna kata-kata tersebut susah payah. Apa ketika pacaran harus selalu nonton di bioskop? Atau makan di kafe?
Namun setelah menjalin hubungan selama beberapa hari ini, rasanya pertanyaan itu terjawab dengan mudah.

Tidak perlu.

Aku bukan orang yang punya budget banyak, dan nampaknya cowokku *cielah* juga tidak terlalu suka pergi ke tempat-tempat seperti itu (Kalau dilihat dari isi dompetnya sih). Tapi berani sumpah aku sudah cukup puas dan bahagia dengan keadaan yang seperti ini.

Aku suka ketika ia membelikan aku minum (yang seringnya jadi untuk berdua). Aku suka ketika dia mengantar-jemput ke stasiun (padahal menurutku ini merepotkan sekali). Aku suka ketika kami membeli nasi goreng satu porsi untuk berdua. Aku suka ketika kita hanya duduk di taman, aku bersandar pada pundaknya dan dia menggenggam tanganku. Aku suka ketika kita menonton film lama hasil download (tidak perlu ke bioskop!). Semua ini sudah sangat cukup. Bisa bersama dengan dia pun rasanya sudah seperti kemewahan yang sebelumnya tidak pernah aku rasakan.
Dan ya, tidak perlu ke bioskop.

Monday 19 March 2018

Hujan di PKM

Jam sudah menunjukkan pukul 20.58 tapi hujan malam ini tidak memberi isyarat akan segera berhenti. Dingin mulai menusuk kakiku yang terkena cipratan air hujan, menjalar ke seluruh tubuh dan membuat metabolismeku turun. Kelaparan. Lampu jalan kekuningan yang berdiri tegak di antara pepohonanlah satu-satunya temanku di tempat ini. Pandanganku tertuju pada mobil-mobil yang berlalu lalang entah kemana tujuannya.

Malam hari, suara tetes hujan, petrichor, dingin yang menusuk, tidak membawa payung, sendirian, ah semoga tidak menjadi lebih buruk lagi.

Thursday 1 February 2018

Gitar

Aku memandang gadis itu, senyumku tanpa sengaja sudah bertandang di wajah. Dia menatap tangan kanannya yang tak kunjung benar memainkan enam senar dengan nada berbeda itu.

"No! Not like that!" ujarku padanya sambil terkekeh.

"Oh, god. I think i can't handle this." ia ikut terkekeh. Ini yang aku suka tentang dia, dalam keadaan apapun, senyum semanis madu itu tak pernah hilang dari wajahnya.

Aku kembali menunjukkan langkah-langkah kecil agar dia mengerti bagaimana cara memainkan alat musik itu dengan benar. Ia mengangguk kecil dan mulai bermain lagi. Suaranya kini sudah mulai berirama. Aku terpejam sejenak, menikmati nada-nada indah yang terdengar dari petikan gitarnya.

"You heard that? I can! It sounds pretty good right?" ia tertawa. Aku membuka mataku perlahan.

Astaga.

Nada seindah manapun tidak bisa mengalahkan indah wajahnya ketika tersenyum hanya untukku.

Monday 29 January 2018

TweetPoem

Rindu ini candu
Diantara malam-malamku yang biru
Semua tentang kamu
Membelenggu

Mata tidak kunjung merapat. Kabar darimu tak kunjung kudapat. Keparat.

Pada kidungku yang lara, kutuliskan sajak tentang kita. Tentang hati yang gayang, tentang jiwa yang nestapa.

Pada hati yang sembilu, kamu bakar menjadi abu, tak bersisa pula asaku.

Hatiku kelabu,  hujan memandang dengan sendu, lalu menangis membasahi mataku

Lalu aku tertawa, membuang muka, dan air mataku tumpah. Di lantai dua.

Aku rindu keheningan yang kau suguhkan padaku, diatas rumput, dibawah langit biru kala itu.
Dinginnya rintik hujan menusuk ujung kulitku, rasanya tidak asing, seperti masa lalu.

Butir butir puisiku, sudah larut oleh ombak masa lalu, menyisakan sembilu.

Aku benci pada tiap ragu yang ada pada binar matamu

Saat kau pergi bersama gadis itu, hatiku berpacu maju, segera pergi sebelum hati ini terjebak dalam pilu.

Cont.

Monday 22 January 2018

Aku Ingin

Aku ingin bersama dengan seseorang, yang bisa aku genggam tangannya di tengah keramaian.

Saling tersenyum dan melempar tawa tanpa peduli dunia.

Dengan langit jingga sebagai penutup hari, dengan sorot lampu yang mulai dinyalakan satu-persatu.

Bersama tanpa kenal waktu.