"Aku
menyukaimu."
Aku tertegun mendengarnya.
"Lalu
apa? Kau mau tanda tanganku?"
"Aku
bilang aku menyukaimu bukan mengidolakanmu!" Tangan dengan gelang hijau
toskanya tampak menegang.
"Apa
bedanya? Itu sama saja."
"Bukan
seperti itu!" ia mendengus. "Aku menyukaimu dan mau jadi
pacarmu."
"Hah?"
aku mengangkat alis. "Baiklah, tapi itu tetap sama saja. Semua fans-ku
pasti ingin menjadi pacarku."
"Bukan
begitu!" ia bersikeras. "Aku menyukaimu!"
Aku
benar-benar tidak mengerti apa maunya.
Sampai
suatu hari saat aku sedang dalam suatu acara...
"Kau
hanya artis bodoh dengan modal tampang!" jerit Joan menjadi. Semua fansku
diam tak ada yang membelaku. Aku malu dan aku takut setengah mati. Posisiku
masih tersungkur di tanah sampai sebuah tangan dengan gelang berwarna tosca
mengulurkan tangannya padaku, membantuku berdiri.
"Leo
tak seperti itu!" teriaknya pada Joan.
"Apa
yang kau tahu soal dia gadis fan? Ah, biar kutebak, kau juga salah satu orang
yang hanya mengidolakan wajahnya kan? Kau bahkan tahu suaranya buruk dan kau
masih membelanya hanya karena dia punya wajah!"
"TIDAK!"
jerit Arina. "Asal kau tahu, suara Leo memang bagus dan kau hanya iri! Dan
perlu kau tahu juga, aku sama sekali tidak menyukai wajahnya!"
"Pembohong!"
sembur Joan.
"Aku
bersungguh-sungguh." suara Arina merendah. Lalu ia menatapku.
"Aku
menyukai Leo, tapi bahkan aku tak tahu alasannya. Yang aku tahu, Leo sangat
baik dan aku ingin selalu bersamanya." ujar Arina pelan. Joan terdiam. Aku
terdiam. Semua fans-ku terdiam.
Aku
mengerti sekarang.
Dia
hanya menyukaiku. Menyukaiku.
Dan sepertinya aku pun menyukaimu, Arina.